Cinta atau bukan yang jelas aku telah merasa nyaman bila berada di samping dia, menatap matanya yang tajam membuatku yakin bahwa aku cinta dia. Aku memang jatuh cinta pada Ivan sejak kami duduk di bangku sma dan sekarang aku dibangku kuliahpun aku tetap cinta dia. Kadang aku tidak sadar bahwa Ivan telah memiliki Kiki, dan akupun telah memiliki Rizal. Dan perasaan itupun hanya dapat aku nikmati seorang diri. Aku menikmati perasaan ini sendirian. Aku tak bisa menangis lagi apabila aku melihat Kiki dan mengingat Ivan bahagia bersamanya. Aku hanya bisa memasang wajah palsu apabila sedang bersama Rizal.
Kampusku mini apabila dilihat dari depan karena begitulah kata orang-orang, disitulah aku mengawali semua cerita ini. Aku hanya harus bertahan 3 tahun lagi di kampus, jika semua rencana belajarku bejalan lancar, dan selama itu juga aku akan terus melihat Kiki dan Ivan bersama-sama. Andai saja Kiki bukan sahabatku dan andai saja aku tidak jatuh cinta pada Ivan, pasti hiduku tidak akan seperti ini.
Liburan semester kali ini, Ivan sengaja mengambil cuti kerja dan memutuskan untuk berlibur dengan Kiki. Sedangkan aku hanya bisa menyayat hatiku sendiri, karena harus melihat mereka. Sulit rasanya untuk menolak ajakan mereka, apalagi Rizalpun ingin menghabiskan waktu bersamaku. Dan akupun tidak bisa menahan diri untuk tidak melihat Ivan lebih lama, menatap matanya dan melihat senyum di wajahnya membuatku sangat bahagia. Tapi juga membuatku menangis karena yang membuat Ivan bahagia bukanlah aku, melainkan Kiki.
“Nana sini deh, kita foto bareng…” ajak Kiki dengan riang saat bersama Rizal.
Enggan dan sedih menghampiri perasaanku, bahkan rasanya makanan yang aku makan tadipun tidak terasa nikmat, padahal Ivan, Rizal dan Kiki makan dengan lahapnya.
“kamu kenapa Na?” Tanya Rizal.
“aku ga apa-apa kok” sahutku.
“muka kamu pucat Na, kamu sakit? Kita pulang duluan aja, tunggu bentar ya aku bilang dulu sama Ivan ma Kiki” katanya sambil pergi menghampiri Ivan dan Kiki.
Sebenarnya aku tidak ingin pulang, tapi sepertinya kondisiku sudah tidak mendukung lagi. Rizal sangat baik dan perhatian, tapi kenapa hatiku tidak bisa untuknya dan aku sudah membohonginya selama ini. Mungkin jika Rizal mengetahui yang sebenarnya dia akan membenciku selamanya. Dia mengantarku sampai di rumah. Tidak lama setelah dia pulang benda mungil di tasku berbunyi. SMS dari Rizal.
[Na, aku tau dan ngerti perasaan kamu, seharusnya aku ga paksakan kamu ikut, tapi aku Cuma ingin membuat kenangan indah sama kamu Na. Maafin aku…]
Aku terkejut membaca isi sms itu, apa yang dimaksud Rizal. Lalu jemariku bergerak cepat megetik sms balasan untuk Rizal.
[maksud kamu apa Zal? Aku ga ngerti. Seharusnya aku yang minta maaf ke kamu].
Pesan dikirim…
Agak lama aku menunggu balasan Rizal, rasanya tidak sabar. Ketika aku hendak menelpon Rizal, benda kecil yang bernama Handphone itu berbunyi lagi, kali ini aku membuka dengan dek-dekan.
[ Na…aku sudah lama memperhatikan kamu, aku tau kamu menyimpan cinta ke orang lain, dan aku tau siapa orang itu, tapi aku menutup mata, aku ga peduli, aku terus berharap hati kamu bisa jadi milik aku, tapi ternyata itu ga bisa. Na, makasih banyak kamu selama ini mau nemenin aku dan membuat memori indah di hatiku, meskipun itu dengan kepalsuan. Aku bisa terima itu Na, karena aku cinta dan sayang kamu. Sekarang sudah saatnya, ga ada alasan lagi buat aku terus menyiksa hati kamu. Kalo kamu baca sms aku ini, mungkin aku sudah diambang kematian. Dan hari ini adalah hari terakhir aku yang sangat indah. Aku minta kamu jangan sedih, dan jangan menyalahkan diri sendiri. Aku minta maaf Na, sudah menutupi semua ini dari kamu, aku Cuma ga mau kamu tambah kasihan lagi sama aku. Satu pesanku Na, jangan sakiti hati orang yang kamu sayangi. Selamat tinggal Na… aku sayang kamu].
Aku meneteskan menangis setelah membaca sms itu. Aku tidak tau harus berbuat apa. Sejahat itukah aku pada Rizal. Dan sebuta itukah aku sehingga tidak menyadari tidak hanya aku yang terluka tapi ada orang lain juga yang terluka karena aku, dan begitu bodohnya aku sampai aku tidak menyadari keadaan pacarku sendiri. Aku terlalu egois memikirkan perasaanku sendiri dan selalu merasa akulah yang paling menderita di dunia ini, padahal ada banyak orang yang mengalami hal yang sama seperti aku.
Aku tidak bisa berpikir jernih lagi, aku pergi keluar rumah meski sedang hujan deras, aku mengambil motorku dan melaju ke arah rumah sakit karena disitulah Rizal terbaring. Saat aku tiba di rumah sakit aku melihat orang tua Rizal di depan ruang ICU.
“mana Rizal tante…?” tanyaku sambil isak tangis dan baju yang basah kuyup.
“di dalam, dia nunggu kamu, setelah pulang tadi kami langsung membawanya ke sini” kata ayah Rizal sedih, sedangkan ibunya hanya menangis.
Saat aku masuk, aku melihat wajah Rizal yang sangat pucat. Dia tersenyum. Aku duduk di sampingnya dan memegang tangannya sambil menangis.
“maafin aku…Na…”ucap Rizal dengan terbata lalu matanya tertutup.
“RIZALIII….! Jangan tinggalin aku…” tangisku.
Orang tua Rizal masuk, ibunya langsung memeluk Rizal dan menangis dengan histeris. Aku merasa pusing dan pandangan mataku mulai gelap, aku sempat melihat ayah Rizal hanya berdiri mematung. Lalu semua gelap. Ketika aku sadar, orang tuaku telah ada di sampingku. Mereka mengajakku pulang. Aku mengganti baju lalu berangkat lagi kerumah Rizal, saat aku tiba Ivan dan Kiki telah ada disitu. Kiki memelukku berusaha membuatku kuat, dan Ivanpun mencoba menenangkan hatiku, padahal jika dia tau apa yang sebenarnya terjadi dia pasti sangat terpukul. Aku memutuskan menyimpan kisah ini seorang diri, aku tidak ingin mengganggu hubungan mereka, seperti pesan terakhir Rizal. Dan entah rasa cintaku pada Ivan masih ada tau tidak.
Saat itu aku benar-benar tidak tau harus berkata apa, aku hanya menangis dan membisu hingga acara pemakaman Rizal selesai. Aku sempat melihat ibunya Rizal jatuh pingsang beberapa kali. Aku jadi merasa sangat bersalah pada mereka, tapi ayah Rizal telah menjelaskan padaku, bahwa semua itu bukan kesalahanku. Rizal telah mengidap kanker darah sejak berumur 15 tahun, pada awalnya dia kehilangan semangat hidup, tapi setelah bertemu denganku di SMA dia menjadi memiliki semangat lagi. Rizal juga melarang orang tuanya memberi tau penyakitnya pada siapapun termasuk aku.
Aku merasa menjadi manusia paling jahat dan bodoh. Sekarang aku hanya bisa menyesali kesalahanku. Dan menjadikan ini pelajaran yang berharga dalam hidupku.
*THE END*
Selasa, 26 Juli 2011
Jumat, 15 Juli 2011
Habis Sedih Terbit Bahagia
sepertinya kesedihan yang lalu, kini telah berganti denga kebahagiaan yang tiada akhir. Aku kini memiliki seorang pendamping hidup, dan dia akan membahagiakan aku selama-lamanya. aku berharap semua yang akan kami lewati kami nanti adalah semua rahmat dari Ilahi, dan tidak akan membuat kami merasa sedih. karena kami akan melewatinya bersama. ^^
Risa & Riko
26 Juni 2011
Risa & Riko
26 Juni 2011
Langganan:
Postingan (Atom)
Mengenai Saya
My Book Favorite
- Breaking Down
- Eclipse
- Harry Potter 1-7
- New Moon
- Twilight